Senin, 16 Juni 2008

Labtob / ILegal

JAKARTA, SENIN – Sebelum diributkan di Indonesia, aksi sweeping isi laptop memang lumrah dan sah dilakukan di pintu-pintu masuk negara AS. Namun tindakan ini digugat oleh dua kelompok– Electronic Frontier Foundation (EFF) dan Association of Corporate Travel Executives (ACTE) .
Kedua kelompok itu menggugat keputusan panel tiga-juri yang mengatakan bahwa agen-agen perbatasan negara secara rutin boleh memeriksa file-file pada laptop dan perangkat mobile. Menurut mereka, jika tidak ada kecurigaan bahwa telah terjadi aktivitas ilegal, para agen perbatasan AS ini tidak boleh sebarangan memeriksa laptop para pengelana (traveler).
“Pemeriksaan laptop acak itu makin meluas,” kata Lee Tien, pengacara staf senior di EFF. “Departemen Kehakiman AS mengklaim bahwa para agen perbatasan AS berhak melakukannya, tanpa landasan kecurigaan apa pun, dan banyak laporan yang masuk tentang hal ini,” tambahnya seperti dilansir NetworkWorld.
Dalam bulan-bulan terakhir ini, tutur Tien, di perbatasan AS beberapa kali dilaporkan adanya pemeriksaan dan penyitaan laptop atau perangkat elektronik lainnya. Pada beberapa kasus, para pengelana itu belum mendapatkan kembali barangnya dari pihak bea cukai.
Kasus yang diminta kedua kelompok ini untuk ditinjau kembali melibatkan seorang warga AS bernama Michael Arnold. Arnold pulang ke tanah airnya melalui bandara internasional Los Angeles pada bulan Juli 2005 setelah berkunjung ke Filipina.
Di bandara, seorang petugas bea cukai dan penjaga perbatasan meminta melihat laptop Arnold, dan menemukan gambar-gambar tak senonoh, dan juga gambar-gambar yang menurut mereka adalah pornografi anak-anak. Langsung saja laptop Arnold disita, dan kemudian ia juga ditangkap.
Pengacara Arnold berargumentasi bahwa pemeriksaan itu melanggar amandemen keempat AS, yang melarang pemeriksaan dan penyitaan tanpa alasan yang masuk akal. Pengacaranya berargumen bahwa gambar-gambar yang diperoleh dalam pemeriksaan itu tidak boleh dijadikan barang bukti di pengadilan. Argumen ini disetujui oleh seorang hakim di U.S. District Court for the Central District of California.
Namun panel tiga-juri di 9th Circuit menolak keputusan distrik tersebut. Dalam keputusan panel tertanggal 21 April, Circuit Judge Diarmuid O'Scannlain menulis bahwa para agen perbatasan AS punya wewenang luas untuk memeriksa bagasi dan isinya di perbatasan.
Menurut Scannlain, pemeriksaan dari kontainer tertutup dan isinya bisa dilakukan di perbatasan negara tanpa harus dipicu oleh kecurigaan tertentu seperti pada Amandemen Keempat. Ia menegaskan bahwa para petugas bea cukai dapat memeriksa laptop atau perangkat storage elektronik lainnya di perbatasan tanpa harus dilandasi oleh rasa curiga tertentu.
EFF dan ACTE kemudian berargumen bahwa pencarian “invasif” pada perangkat elektronik harus diperlakukan secara berbeda dengan pemeriksaan bagasi. “Komputer Anda menyimpan banyak informasi tentang kehidupan pribadi Anda, termasuk detail tentang keluarga, keuangan, dan kesehatan Anda,” kata Tien. “Semua informasi itu bisa dengan mudah disalin, ditransfer dan disimpan di database pemerintah, hanya karena Anda terpilih dalam pemeriksaan acak.”
Tien mengatakan bahwa ia sedang menunggu kabar keputusan tentang kemungkinan peninjauan kembali kasus tersebut dalam beberapa bulan mendatang. Ia juga tidak sepakat bahwa ia mendapat kesulitan dalam perkaranya karena melindungi tersangka pengguna pornografi anak-anak. “Jika mereka secara acak memeriksa mesin Anda, tidak menemukan apa pun yang menarik, lalu membiarkan Anda pergi, apakah Anda akan menuntut mereka?”, tanyanya.

Tidak ada komentar: