Rabu, 30 Juli 2008

Wiihh.. Gratifikasi Pejabat (Maaknyuss)


Kalau Broo semua ingin mengetahui hadiah-hadiah apa saja yang pernah diterima oleh pejabat negara, termasuk pimpinan KPK? Jika penasaran, anda bisa datang ke Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Barang atau hadiah-hadiah itu diletakkan pada lemari yang terletak persis disamping meja resepsionis KPK. Lokasi ini membuat tamu-tamu, atau bahkan orang yang akan menjalani pemeriksaan, dengan mudah dapat melihatnya."Ini untuk memberi contoh ke masyarakat, kalau sebuah penerimaan barang harus di lapor ke KPK," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi saat dihubungi detikcom, Selasa (29/7/08), menjelaskan tujuan ditampilkannya barang gratifikasi ituUntuk mempermudah pengunjung yang ingin melihat, KPK membuat lemari tersebut dengan berbahan dasar kaca. Di bagian atasnya, tertulis 'Direktorat Gratifikasi'. Lemari itu sendiri dibagi menjadi 2 bagian.
Setiap bagian terdiri dari 5 baris. Jumlah barang yang dipajang mencapai 33 buah.Sebagian hadiah-hadiah tersebut berupa 3 buah pulpen 'Montblanc', pulpen 'Parker', Jam Tangan merk Longiness, Nokia E 90, Batik Keris, Koin Emas (5 buah) pemberian PT Antam Tbk, Dasi Hijau 'Luu Ha Dong', Wayang perak 'Puntadewa', Plakat CPIB, serta gelas kaca Logo Polifiet. Ada juga arloji mewah dari KPK Rusia kepada KPK Indonesia.
Tak pelak, jejeran barang yang tergolong 'wah' ini menjadi tontonan yang menarik bagi pengunjung."Tapi ini belum semua, masih banyak lagi," jelas Johan.Seluruh barang tersebut itu telah menjadi milik negara. Menurut Johan, barang-barang tersebut akan segera dilelang dan hasil penjualannya akan diserahkan kepada negara.
Pasal 12 UU Korupsi No 31/99 telah menegaskan kalau setiap pegawai negeri maupun pejabat penyelenggara negara harus mengembalikan hadiah-hadiah yang diterima, terutama bila diduga berkaitan dengan jabatan. Jika tidak, hukuman hingga 20 tahun penjara serta denda yang bisa mencapai Rp 1 miliar siap menanti >>DetikCOm

Heritage from Indonesia >> Batik

Entah seberapa sumringah Bung Karno seandainya ia singgah ke mall dan menyaksikan baju-baju batik berseliweran di mana-mana. Dikenakan gadis-gadis mutakhir hingga ibu-ibu socialite, batik memang sedang memulai masa jayanya dengan menjadi the ‘it dress’.

Bung Karno, dengan segala kekurangan dan kelebihannya adalah seorang nasionalis sejati. Pada masa pemerintahannya, beliau pernah membuat program untuk menjadikan batik busana kebanggaan Indonesia. Konsepnya gampang, para pengusaha batik—seperti yang di daerah Prawirotaman, Jogja—mendapat suplai kain katun dengan harga sangat murah. Kain bersubsidi.

Harapannya, bahan baku murah membuat harga akhir batik lebih terjangkau dan populer.
Akan tetapi, alih-alih dibatik, kain-kain itu dijual apa-adanya. Dengan harga pasar. Sehingga para pengusaha batik yang ‘nakal’ itu meraup banyak untung, dari uang rakyat juga.
Apakah kejadian hampir setengah abad lampau ini terdengar familier?